Kamis, 05 Mei 2011

USAHA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR (Tentang Anak Bodoh) Oktober 27, 2008 —Adam Ajja


USAHA MENGATASI KESULITAN BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR (Tentang Anak Bodoh)
Oktober 27, 2008 — Adam Ajja
KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….…. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………… 1

BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Anak Bodoh…………………………………………….. 5
B. Karakteristik Anak Bodoh………………………………………….. 5
C. Faktor-faktor Penyebab Anak Bodoh………………………………. 6
D. Pengaruh Bagi Dirinya dan Temannya…………………………….. 6
E. Langkah-langkah Masalah yang dihadapinya……………………… 7
BAB III METODOLOGI
A. Jenis Bimbingan……………………………………………………. 8
B. Teknik Bimbingan…………………………………………………… 8
C. Lokasi Bimbingan………………………………………………….. 10
D. Layanan Bimbingan………………………………………………… 10
BAB IV DESKRIPSI HASIL LAYANAN BIMBINGAN
A. Karakteristik Siswa………………………………………………… 12
B. Deskripsi Awal Bimbingan…………………………………………. 12
C. Pelaksanaan dan Refleksi Bimbingan……………………………… 14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………. 15
B. Saran………………………………………………………………… 15
DAFTAR FUSTAKA……………………………………………………… 17
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak memiliki kemampuan atau kelebihan yang berbeda-beda, begitu pula dengan kekurangan atau ketidak mampuannya. Dari berbagai kekurangan atau ketidak mampuan yang menjadi masalah bagi siswa salah satunya adalah anak bodoh.
Jangankan anak berbakat atau berpotensi, anak bodohpun membutuhkan atau lebih membutuhkan seseorang yang dapat memahami serta menghargai kekurangan dan ketidak mampuannya, atau orang yang mampu memecahkan masalahnya itu.
Karena sipat dasar anak berbeda-beda, baik tempramennya, gaya, sikap maupun emosinya. Begitu juga dengan anak bodoh akan berbeda dengan anak normal lainnya dan begitu jelas.
Berbagai observasi menunjukan bahwa cara berpikir anak bodoh berbeda dengan cara berpikir anak normal pada umumnya. Karena adanya keterlambatan dalam berpikir atau menerima materi/stimulus/rangsangan dari orang lain, khususnya saat belajar.
Kita menyadari bahwa kurang adanya perhatian terhadap kebutuhan anak yang memiliki masalah (anak bodoh) dalam cara berpikir atau merealisasikan sesuatu dan kesempatan. Kesempatan yang sepadan dan selaras dengan kebutuhan atau ketidak mampuan mereka.
Dengan itu, kita sebagai calon pendidik dan pembimbing sekaligus orang tua mereka, harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak didik kita yang mempunyai kelemahan atau ketidak mampuan dalam berpikir (anak bodoh), dan bagai mana cara kita untuk mengetahui anak tersebut.
Untuk itu kita akan membahas tentang cara mengetahui anak bodoh dan cara membimbingnya.

MAMPUAN MELAKSANAKAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Friday, November 28, 2008
BAB I
PENDAHULUAN
Sesungguhnya, dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini, antara lain adalahsebagai berikut:
1).tujuan pengukuran,
2).ada objek ukur,
3).alat ukur,
4).proses pengukuran,
5).hasil pengukuran kuantitatif.
Sementara, pengertian asesmen (assessment) adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan. Sedangkan evaluasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggeris evaluation yang bertarti value, yang secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian. Namun, dari sisi terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni:
a. Suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.
b. Kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
c. Proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasilpengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.
Berdasarkan pada berbagai batasan 3 jenis penilaian di atas, maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much” untuk pengukuran. Adapun asesmen berada di antara kegiatan pengukuran dan evaluasi. Artinya bahwa sebelum melakukan asesmen ataupun evaluasi lebih dahulu dilakukan pengukuran
Sekalipun makna dari ketiga istilah (measurement, assessment, evaluation) secara teoretik definisinya berbeda, namun dalam kegiatan pembelajaran terkadang sulit untuk membedakan dan memisahkan batasan antara ketiganya, dan evaluasi pada umumnya diawali dengan kegiatan pengukuran (measurement) serta pembandingan (assessment).
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, guruakan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik. Adapun langkah-langkah pokok dalam penilaian secara umum terdiri dari:
1. perencanaan,
2. pengumpulan data,
3. verifikasi data,
4. analisis data, dan
5. interpretasi data.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai
BAB II
PEMBAHASAN
A. Melaksanakan Evaluasi Proses dan Hasil Belajar.
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, kita akan mengetahui bahwa setiap jenis atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan evaluasi. Artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses pembelajaran, guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi pelajaran yang diajarkan sudah tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat mengetahui apakah proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feed back) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar mengajar akan terus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Khusus untuk mata pelajaran matematika hampir semua guru telah melaksanakan evaluasi di akhir proses belajar mengajar di dalam kelas. Namun hasil yang diperoleh kadang-kadang kurang memuaskan. Kadang-kadang hasil yang dicapai dibawah standar atau di bawah rata-rata.
Pada mata pelajaran yang lainnya kadang dilaksanakan pada akhir pelajaran, dan ada juga pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi masalah bagi guru yang penting dalam satu kali pertemuan ia telah melaksanakan penilaian terhadap siswa di kelas.
Tetapi ada juga guru yang enggan melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran, karena keterbatasan waktu, menurut mereka lebih baik menjelaskan semua materi pelajaran sampai tuntas untuk satu kali pertemuan, dan pada pertemuan berikutnya di awal pelajaran siswa diberi tugas atau soal-soal yang berhubungan dengan materi tersebut.
Ada juga guru yang berpendapat, bahwa penilaian di akhir pelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis. Bisa juga dengan tes lisan atau tanya jawab. Kegiatan dirasakan lebih praktis bagi guru, karena guru tidak usah bersusah payah mengoreksi hasil evaluasi anak. Tetapi kegiatan ini mempunyai kelemahan yaitu anak yang suka gugup walaupun ia mengetahui jawaban dari soal tersebut, ia tidak bisa menjawab dengan tepat karena rasa gugupnya itu. Dan kelemahan lain tes lisan terlalu banyak memakan waktu dan guru harus punya banyak persediaan soal. Tetapi ada juga guru yang mewakilkan beberapa orang anak yang pandai, anak yang kurang dan beberapa orang anak yang sedang kemampuannya utnuk menjawab beberapa pertanyaan atau soal yang berhubungan dengan materi pelajaran itu.
Cara mana yang akan digunakan oleh guru untuk evaluasi tidak usah dipermasalahkan, yang jelas setiap guru yang paham dengan tujuan dan manfaat dari evaluasi atau penialaian tersebut.
Karena ada juga guru yang tidak mengiraukan tentang kegiatan ini, yang penting ia masuk kelas, mengajar, mau ia laksanakan evaluasi di akhir pelajaran atau tidak itu urusannya. Yang jelas pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum.
Akhir-akhir ini kalau kita teliti di lapangan, banyak guru yang mengalami kegagalan dalam melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran. Hal ini tentu ada faktor penyebabnya dan apakah cara untuk mengatasinya.
Penulisan makalah kritikan ini bertujuan untuk mengkritik kegagalan persekolah oleh guru dalam melakukan evaluasi di akhir pelajaran. Mencari faktor penyebabnya dan cara untuk mengatasinya.
Dalam makalah kritikan ini pembatasan masalahnya adalah :
- Kondisi permasalahan evaluasi di akhir pelajaran dipersekolahan pada saat ini
- Telaah teori/pendapat ahli
- Kegagalan pelaksanaan evaluasi di akhir pelajaran
- Kesimpulan kritikan dan saran
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman dalam bukunya menyatakan bahwa :
Tujuan penilaian adalah :
o Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan
o Untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran
o Untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan
o Untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelompok/kelas
o Untuk mengaklasifikasikan seorang siswa apakah termasuk dalam kelompok yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya.
Dan menurut buku Mengukur Hasil Belajar (hal 72-74) yang di susun oleh Drs. Azhari Zakri menyatakan evaluasi bermanfaat bagi guru untuk :
1. Mengukur kompetensi atau kapabalitas siswa, apakah mereka telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan.
2. Menentukan tujuan mana yang belum direalisasikan sehingga dapat menentukan tindakan perbaikan yang cocok yang dapat diadakan
3. Memutuskan ranking siswa, dalam hal kesuksesan mereka mencapai tujuan yang telah disepakati.
4. Memberikan informasi kepada guru tentang cocok tidaknya strategi mengajar yang digunakan.
5. Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pengajaran dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.
6. Memberikan umpan balik kepada kita informasi bagi pengontrolan tentang sesuai tidaknya pengorganisasian belajar dan sumber belajar.
7. Mengetahui dimana letak hambatan pencapaian tujuan tersebut.
Atas dasar ini, faktor yang paling penting dalam evaluasi itu bukan pada pemberian angka. Melainkan sebagai dasar feed back (catu balik). Catu balik itu sendiri sangat penting dalam rangka revisi. Sebab proses belajar mengajar itu kontinyu, karenanya perlu selalu melakukan penyempurnaan dalam rangkan mengoptimalkan pencapaian tujuan.
Bila evaluasi merupakan catu balik sebagai dasar memperbaiki sistem pengajaran, sesungguhnya pelaksanaan evaluasi harus bersifat kontinyu. Setiap kali dilaksanakan proses pangajaran, harus dievaluasi (formatif). Sebaliknya bila evaluasi hanya dilaksanakan di akhir suatu program (sumatif) catu balik tidak banyak berarti, sebab telah banyak proses terlampaui tanpa revisi.
Oleh karena itu, agar evaluasi memberi manfaat yang besar terhadap sistem pengajaran hendaknya dilaksanakan setiap kali proses belajar mengajar untuk suatu topik tertentu. Namun demikian evaluasi sumatif pun perlu dilaksanakan untuk pengembangan sistem yang lebih luas.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang di atas, masih ada pendapat lain dari manfaat evaluasi seperti yang dikemukakan oleh Noehi Nasution dalam bukunya Materi Poko Psikologi Pendidikan hal 167, menjelaskan bahwa kegiatan penilaian tidak hanya untuk mengisi raport anak didik, tetapi juga untuk :
1. Menseleksi anak didik
2. Menjuruskan anak didi
3. Mengarahkan anak didik kepada kegiatan yang lebih sesuai denganpotensi yang dimilikinya.
4. Membantu orang tua untuk menentukan hal yang paling baik untuk anaknya, untuk membina dan untuk mempersiapkan dirinya untuk masa depan yang lebih baik.
Dari tujuan dan manfaat evaluasi yang telah diikemukakan oleh para ahli di atas, yang penting dengan mengadakan evaluasi sebagai guru dapat mengetahui kelemahan-kelemahan atau kekurangannya dalan menyampaikan materi pelajaran. Sehingga ia dapat menata kembali atau menggunakan strategi baru dalam proses pembelajaran sehingga akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
Di dalam telaah teori dan berdasarkan pendapat para ahli, telah mencantumkan tujuan serta manfaat evaluasi di akhir pelajaran. Selain menilai hasil belajar murid, evaluasi juga menilai hasil mengajar guru dengan kata lain, guru dapat menilai dirinya sendiri dimana kekurangan dan kelemahannya dalam mengajar, sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Jika dalam suatu kegiatan belajar, tujuan sudah diidentifikasi, biasanya dapat disusun suatu ters atau ujian yang akan digunakan untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai atau tidak. Mager pernah mengatakan bahwa jika kita mempelajari dengan teliti semua tahap yang telah dibicarakan sampai saat ini, maka siswa sudah harus dapat melakukan apa yang telah direncanakan untuk mereka lakukan. Hasil dari penialaian dapat mendorong guru untuk memperbaiki keterampilan profesional mereka, dan juga membantu mereka mendapat pasilitas serta sumber belajar yang lebih baik.
Di dalam suatu tes belajar, sebagian besar nilai berdistribusi normal (yakni beberapa murid hasilnya baik, beberapa buruk, tetapi sebagian besar menunjukkan rata-rata). Dalam ter kriteria, sebagian tes berada di bagian atas. Hal ini lumrah, karena jika seorang guru memberikan tujuan yang berjumlah 10, misalnya, maka ia akan kecewa jika para siswa hanya merealisasikan 50% saja.
Tes dan ujian yang mengukur pencapaian tujuan, belum mendapat perhatian yang serius oleh guru dan instruktur, kecuali akhir-akhir ini. Program pendidikan dan latihan sebelum ini telah dianggap sudah berhasil tanpa perlu ada evaluasi. Sikap ini disebabkan oleh empat kesulitan utama yakni :
1. Tidak adanya kerangka konseptual yang sesuai bagi evaluasi.
2. Kurangnya ketepatan dalam perumusan tujuan dalam pendidikan
3. Kesulitan yang meliputi pengukuran pendidikan
4. Sifat program pendidikan itu sendiri.
Namun dengan adanya investasi besar-besaran dalam pendidikan, telah dirasakan kebutuhan akan suatu bentuk evaluasi. Evaluasi dapat mengambil dua macam bentuk :
1. Ia dapat menilai cara mengajar seorang guru (dengan mengukur variabel-variabel seperti suatu kebiasaan-kebiasaan, humor, kepribadian, penggunaan papan tulis, teknik bertanya, aktivitas kelas, alat bantu audiovisual, strategi mengajar dan lain-lain.
2. Ia dapat menilai hasil belajar (yakni pencapaian tujuan belajar. Selama ini guru mengadakan penilaian hanya untuk mencari angka atau nilai untuk anak didik. Apabila anak banyak memperoleh nilai dibawah 6 (enam), maka guru menganggap bahwa anak didiklah yang gagal dalam menyerap materi pelajaran atau materi pelajaran terlalu berat, sehingga sukar dipahami oleh anak. Kalau anak yang memperoleh nilai dibawah 6 mencapai 50% dari jumlah anak, hal ini sudah merupakan kegagalan guru dalam melaksanakan evaluasi di akhir pelajaran. Apa penyebab hal ini bisa terjadi ?
a. Guru kurang menguasi materi pelajaran. Sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak kalimatnya sering terputus-putus ataupun berbelit-belit yang menyebabkan anak menjadi bingung dan sukar mencerna apa yang disampaikan oleh guru tersebut. Tentu saja di akhir pelajaran mareka kewalahan menjawab pertanyaan atau tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dan akhirnya nilai yang diperoleh jauh dari apa yang diharapkan.
b. Guru kurang menguasai kelas, Guru yang kurang mampu menguasai kelas mendapat hambatan dalam menyampaikan materi pelajaran, hal ini dikarenakan suasana kelas yang tidak menunjang membuat anak yang betul-betul ingin belajar menjadi terganggu.
c. Guru enggan mempergunakan alat peraga dalam mengajar.
Kebiasaan guru yang tidak mempergunakan alat peraga memaksa anak untuk berpikir verbal sehingga membuat anak sulit dalam memahami pelajaran dan otomatis dalam evaluasi di akhir pelajaran nilai anak menjadi jatuh.
d. Guru kurang mampu memotivasi anak dalam belajar sehingga dalam menyampaikan materi pelajaran, anak kurang menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru, sehingga ilmu yang terkandung di dalam materi yang disampaikan itu berlalu begitu saja tanpa ada perhatian khusus dari anak didik.
e. Guru menyamaratkan kemampuan anak di dalam menyerap pelajaran.
Setiap anak didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyerap materi pelajaran. Guru yang kurang tangkap tidak mengetahui bahwa ada anak didinya yang daya serapnya di bawah rata-rata mengalami kesulitan dalam belajar.
f. Guru kurang disiplin dalam mengatur waktu. Waktu yang tertulis dalam jadwal pelajaran, tidak sesuai dengan praktek pelaksanaannya,. Waktu untuk memulai pelajaran selalu telat, tetapi waktu istirahat dan jam pulang selalu tepat atau tidak pernah telat.
g. Guru enggan membuat persiapan mengajar atau setidaknya menyusun langkah-langkah dalam mengajar, yang disertai dengan ketentuan-ketentuan waktu untuk mengawali pelajaran, waktu untuk kegiatan proses dan ketentuan waktu untuk akhir pelajaran.
h. Guru tidak mempunyai kemajuan untuk nemambah atau menimba ilmu misalnya membaca buku atau bertukar pikiran dengan rekan guru yang lebih senior dan profesional guna menambah wawasannya.
i. Dalam tes lisan di akhir pelajaran, guru kurang trampil mengajukan pertanyaan kepada murid, sehingga murid kurang memahami tentang apa yang dimaksud oleh guru.
j. Guru selalu mengutamakan pencapaian target kurikulum.
Guru jarang memperhatikan atau menganalisa berapa persen daya serap anak terhadap materi pelajaran tersebut
B. Mengolah dan Malaporkan Hasil Penilaian
PENGERTIAN (1)
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
PENGERTIAN (2)
Ulangan adalah proses yg dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan harian adalah kegiatan yg dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu KD atau lebih.
PENGERTIAN (3)
Ulangan tengah semester adalah kegiatan yg dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8–9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yg merepresentasikan seluruh KD pd periode tsb. Ulangan akhir semester adalah kegiatan yg dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yg merepresentasikan semua KD pada semester tsb.
PENGERTIAN (4)
Ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yg dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pd satuan pendidikan yg menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yg merepresentasikan KD pada semester tsb. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik yg dilakukan oleh satuan pendidikan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan. Mata pelajaran yg diujikan adalah mata pelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yg tidak diujikan dalam ujian nasional dan aspek kognitif untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
PENGERTIAN (5)
Ujian nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pd beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian SNP Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar yg ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan & teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi.
PRINSIP PENILAIAN (1)
Penilaian hasil belajar peserta didik pd jenjang pendidikan dasar & menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sbb. Sahih, berarti penilaian didasarkan pd data yg mencerminkan kemampuan yg diukur. Objektif, berarti penilaian didasarkan pd prosedur & kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
PRINSIP PENILAIAN (2)
Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, & gender. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yg tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, & dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yg ber-kepentingan.
PRINSIP PENILAIAN (3)
Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dgn menggunakan berbagai teknik penilaian yg sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pd ukuran pencapaian kompetensi yg ditetapkan. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung-jawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN AKHLAK DAN KEPRIBADIAN MELALUI PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan secara berkesinambungan Pengamatan dilakukan oleh semua guru Catatan/deteksi hasil pengamatan guru dikelola dan diadministrasikan oleh guru agama dan guru kewarganegaraan Keputusan ttg akhlak dan kepribadian peserta didik ditentukan oleh rapat dewan pendidik (sangat baik, baik, kurang baik) berdasarkan informasi hasil pengamatan guru yg dilaporkan oleh guru agama dan guru kewarganegaraan
TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN (1)
Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, & bentuk lain yg sesuai dengan karakteristik kompetensi & tingkat perkembangan peserta didik. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN (2)
Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau proyek. Instrumen penilaian hasil belajar yg digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi, yaitu merepresentasikan kompetensi yg dinilai, (b) konstruksi, yaitu memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yg digunakan, dan (c) bahasa, yaitu menggunakan bahasa yg baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN (3)
Instrumen penilaian yg digunakan oleh satuan pendidikan dlm bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik. Instrumen penilaian yg digunakan oleh pemerintah dlm bentuk Ujian Nasional memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, & memiliki bukti validitas empirik serta menghasilkan skor yg dapat dibanding-kan antarsekolah, antardaerah, & antartahun.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (1)
Penilaian hasil belajar pd jenjang pendidikan dasar & menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pd saat penyusunan silabus yg penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas dilakukan oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (2)
Penilaian hasil belajar peserta didik pd mata pelajaran dlm kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan & teknologi yg tidak diujikan pd Ujian Nasional & aspek kognitif untuk kelompok mata pelajaran agama & akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan & kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar & merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (3)
Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran kelompok mata pelajaran estetika & kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga & kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik. Penilaian akhir hasil belajar peserta didik untuk aspek afektif dan/atau psikomotorik kelompok mata pelajaran agama & akhlak mulia & kelompok mata pelajaran kewarganegaraan & kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (4)
Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dgn langkah-langkah: (a) menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah & menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah, dan (e) melaporkan & memanfaatkan hasil penilaian. Penilaian akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap & perilaku beriman & bertaqwa kepada Tuhan YME, merupakan bagian dari penilaian pendidikan agama oleh guru agama yg dilakukan dgn memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain & sumber lain yg relevan
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (5)
Penilaian kepribadian, yg merupakan perwujudan kesadaran tanggung jawab sebagai warga masyarakat & warganegara yg baik sesuai dgn norma & nilai-nilai luhur yg berlaku dlm kehidupan bermasyarakat & berbangsa, adalah bagian dari penilaian pendidikan kewarganegaraan oleh guru kewarganegaraan dgn memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain & sumber lain yg relevan. Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yg relevan.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (6)
Keikutsertaan dlm kegiatan pengembangan diri dibuktikan dgn surat keterangan yg ditandatangani oleh pembina kegiatan & kepala sekolah/madrasah. Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan ulangan harian berikutnya. Peserta didik yg belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi sebelum mengikuti ulangan kembali.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (7)
Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dlm bentuk satu nilai pencapaian kompetensi mata pelajaran, disertai dgn deskripsi kemajuan belajar. Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui Ujian Nasional dengan langkah-langkah yg diatur dlm Prosedur Operasi Standar (POS) Ujian Nasional. Ujian Nasional diselenggarakan oleh BSNP bekerjasama dgn instansi terkait.
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN (8)
Hasil Ujian Nasional disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan & salah satu pertimbangan dlm seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Hasil analisis data Ujian Nasional disampaikan kepada pihak-pihak yg berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan serta pembinaan & pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dlm upaya meningkatkan mutu pendidikan.
PENILAIAN OLEH PENDIDIK (1)
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
PENILAIAN OLEH PENDIDIK (2)
Menginformasikan silabus mata pelajaran yg di dalamnya memuat rancangan & kriteria penilaian pd awal semester. Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yg sesuai pd saat menyusun silabus mata pelajaran. Mengembangkan instrumen & pedoman penilaian sesuai dgn bentuk & teknik penilaian yg dipilih. Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yg diperlukan.
PENILAIAN OLEH PENDIDIK (3)
Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik. Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yg mendidik. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
PENILAIAN OLEH PENDIDIK (4)
Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pd setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dlm bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi utuh. Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru pendidikan agama & hasil penilaian kepribadian kepada guru pendidikan kewarganegaraan sbg informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak & kepribadian peserta didik dgn kategori sangat baik, baik, atau kurang baik.
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (1)
Menentukan KKM setiap mata pelajaran dgn memperhatikan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, & kondisi satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik. Mengkoordinasikan ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, & ulangan kenaikan kelas. Menentukan kriteria kenaikan kelas bagi satuan pendidikan yg menggunakan sistem paket melalui rapat dewan pendidik
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (2)
Menentukan kriteria penyelesaian program pendidikan bagi satuan pendidikan yg menggunakan sistem kredit semester melalui rapat dewan pendidik. Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran estetika & kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga & kesehatan melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik.
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (3)
Menentukan nilai akhir kelompok mata pelajaran agama & akhlak mulia & kelompok mata pelajaran kewarganegaraan & kepribadian dilakukan melalui rapat dewan pendidik dgn mempertimbangkan hasil penilaian oleh pendidik & nilai hasil ujian sekolah Menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah & menentukan kelulusan peserta didik dari Ujian Sekolah (US) sesuai dengan POS US bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (4)
Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran pd setiap akhir semester kepada orang tua/wali peserta didik dlm bentuk buku laporan pendidikan. Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas pendidikan kabupaten/kota.
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (5)
Menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidik sesuai dgn kriteria: Menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Memperoleh nilai minimal baik pd penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama & akhlak mulia; kewarganegaraan & kepribadian; estetika; & jasmani, olahraga & kesehatan. Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Lulus Ujian Nasional
PENILAIAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN (6)
Menerbitkan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) setiap peserta didik yg mengikuti UN bagi satuan pendidikan penyelenggara UN. Menerbitkan ijazah setiap peserta didik yg lulus dari satuan pendidikan bagi satuan pendidikan penyelenggara UN.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (1)
Penilaian hasil belajar oleh pemerintah yg dilakukan dlm bentuk UN bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dlm kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil UN digunakan: (a) sebagai salah satu syarat kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, dan (b) sebagai salah satu pertimbangan pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, (c) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta (d) pembinaan & pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dlm upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (2)
Penilaian oleh pemerintah meliputi kegiatan sebagai berikut. Menyusun dan menetapkan spesifikasi tes UN berdasarkan SKL. Menyusun dan memvalidasi tes UN. Menentukan kriteria kelulusan UN. Melaksanakan UN. Mengolah dan menyampaikan hasil UN ke satuan pendidikan melalui dinas pendidikan provinsi. Menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan menyampaikan ke pihak yang berkepentingan.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (3)
Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah berhak mengikuti UN dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan tanpa dipungut biaya. Setiap peserta didik jalur nonformal kesetaraan pendidikan dasar dan menengah berhak mengikuti UN Pendidikan Kesetaraan (UNPK) dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus tanpa dipungut biaya.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (4)
Peserta didik pendidikan informal & pendidikan nonformal kesetaraan dapat mengikuti UN setelah memenuhi syarat yg ditetapkan oleh BSNP. Biaya penyelenggaraan UN dan UNPK menjadi tanggung jawab Pemerintah & Pemerintah Daerah. Peserta UN memperoleh SKHUN yg diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggara UN.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (5)
Kriteria kelulusan UN ditetapkan dgn Peraturan Menteri atas usul BSNP. UN didukung oleh sistem yg menjamin mutu dan kerahasiaan soal yg di-gunakan serta pelaksanaan yg aman, jujur, dan adil. Pelaksanaan UN dilakukan di tingkat satuan pendidikan yang memenuhi persyaratan kelayakan dari segi jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana.
PENILAIAN OLEH PEMERINTAH (6)
Pelaksanaan teknis UN dan UNPK pd satuan pendidikan mengacu kepada mekanisme yg dikeluarkan oleh BSNP dlm bentuk Prosedur Operasi Standar (POS). Pelaksanaan UN dan UNPK diatur lebih lanjut dlm Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
C. Melaksanakan Program Perbaikan dan Pengayaan
Memahami Kegiatan Remedial dan Pengayaan untuk Perbaikan Pembelajaran Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Sesuai dengan pengertiannya, tujuan kegiatan remedial ialah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, fungsi kegiatan remedial adalah:
1. memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru (fungsi korektif);
2. meningkatkan pemahaman guru dan siswa terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya (fungsi pemahaman);
3. menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa (fungsi penyesuaian);
4. mempercepat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran (fungsi akselerasi); dan
5. membantu mengatasi kesulitan siswa dalam aspek sosial-pribadi (fungsi terapeutik).
Perbedaan kegiatan remedial dari pembelajaran biasa terletak pada pendekatan yang digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan remedial direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan individu atau kelompok siswa. Sedangkan pembelajaran biasa menerapkan pendekatan klasikal, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya.
Kegiatan remedial dapat dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu siswa yang diduga akan mengalami kesulitan (preventif); setelah kegiatan pembelajaran biasa untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar (kuratif); atau selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran biasa (pengembangan).
Dalam melaksanakan kegiatan remedial guru dapat menerapkan berbagai metode dan media sesuai dengan kesulitan yang dihadapi dan tingkat kemampuan siswa serta menekankan pada segi kekuatan yang dimiliki siswa.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan remedial adalah:
1. analisis hasil diagnosis kesulitan belajar,
2. menemukan penyebab kesulitan,
3. menyusun rencana kegiatan remedial,
4. melaksanakan kegiatan remedial, dan
5. menilai kegiatan remedial.
Kegiatan Pengayaan
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Kegiatan pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.
Tugas yang dapat diberikan guru pada siswa yang mengikuti kegiatan pengayaan di antaranya adalah memberikan kesempatan menjadi tutor sebaya, mengembangkan latihan praktis dari materi yang sedang dibahas, membuat hasil karya, melakukan suatu proyek, membahas masalah, atau mengerjakan permainan yang harus diselesaikan siswa. Apapun kegiatan yang dipilih guru, hendaknya kegiatan pengayaan tersebut menyenangkan dan mengembangkan kemampuan kognitif tinggi sehingga mendorong siswa untuk mengerjakan tugas yang diberikan.
Dalam memilih dan melaksanakan kegiatan pengayaan, guru harus memperhatikan:
1. faktor siswa, baik faktor minat maupun faktor psikologis lainnya,
2. faktor manfaat edukatif, dan
3. faktor waktu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials Of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W,Brown. Dikatakan bahwa “evaluation refer to the act or prosess to determining the value of something.” Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat di atas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, (1983,1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Ny. Dr. Roestiyah, N.K. (1989; 85) mengatakan bahwa ealuasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dari hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran. Sesuai dengan pengertiannya, tujuan kegiatan remedial ialah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku.
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya.
Kegiatan pengayaan dilaksanakan dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Uzer Usman, Mohd. Menjadi Guru Profesional
Mengukur Hasil Belajar, bahan ajar yang disusun oleh Drs. Azhari Zakri Dosen FKIP UNRI
Nasution, Noehi. Materi Pokok Psikologi Pendidikan
Guru dan Proses Belajar Mengajar. Bahan ajar yang disusun oleh Drs. Azhari Zakri dosen FKIP UNRI

Proses Pembentukan, Faktor, dan Jenis-jenis Tanah - Pandhu's Blog

Proses Pembentukan, Faktor, dan Jenis-jenis Tanah - Pandhu's Blog

BERBAGAI KASUS KEKERASAN RUMAH TANGGA- SYAWAL

Berbagai kasus kekerasan terhadap anak yang terungkap akhir-akhir ini mengingatkan pada berbagai bantahan atau sanggahan, tatkala mensosialisasikan perlindungan anak kepada berbagai stakeholder. Dikatakan, kasus-kasus kekerasan maupun pelanggaran hak-hak anak yang merujuk kepada berbagai ketentuan perlindungan anak tersebut sebagai sesuatu yang tidak mungkin terjadi di Aceh. Pendapat lain, kekerasan adalah bagian dari proses pendidikan, hal tersebut sebagai konsekuensi perbuatan anak itu sendiri.

Pandangan terakhir itu pula yang mungkin mendasari sehingga pada Harian Serambi Indonesia beberapa minggu lalu muncul iklan permintaan maaf beberapa orang siswa kepada guru dan sekolahnya. Akibat anak menyatakan pendapatnya di Facebook tentang gurunya, mereka harus memilih untuk membuat pengakuan bersalah secara terbuka.

Berbagai bantahan, sanggahan bahkan kecurigaan terhadap upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap anak, pada satu sisi dapat dipahami sebagai manifestasi dari berbagai latar belakang budaya dan kebudayaan masyarakat kita, dimana masing-masing memiliki kadar subyektif-objektif terhadap kekerasan, terutama jika kekerasan tersebut terjadi dalam ranah domestik seperti di rumah tangga termasuk di lembaga pendidikan.

Berbagai penelitian menemukan kekerasan terhadap anak terjadi pada berbagai kebudayaan dengan cara dan bentuknya. Konon kekerasan adalah bagian penting kehidupan manusia. Sejak manusia bermula tatkala Kain membunuh adiknya, Habil. Thomas Hobbes (1588-1679) menyebut manusia sebagai mahluk yang dipenuhi dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri dan membenci sehingga menjadi jahat, kasar, buas dan pendek pikir. Jean Jaques Rousseau (1712-1778) menyatakan manusia pada dasarnya adalah ciptaan yang polos, mencintai diri secara spontan serta tidak egois. Rantai peradabanlah yang telah membentuk manusia menjadi binatang seperti sekarang.

Pada beberapa kebudayaan, masih menyamakan antara disiplin dan kekerasan. Belum terbedakan antara sanksi dan hukuman fisik-psikis. Masih tidak jelas perbedaan antara mengajar dan menghajar. Disebutkan untuk mengajar anak, namun dilakukan dengan cara menghajar, ada sampai berdarah-darah. Dikatakan agar anak disiplin, namun dilakukan penuh kebencian, dendam dan kekerasan. Demikian seterusnya kekerasan bereproduksi sehingga telah mensub-kultur. Ironisnya yang menjadi kambing hitam selalu saja anak-anak. Anak dapat menjadi korban kekerasan dari akibat perbuatan yang tidak dilakukannya. Perselisihan antara orang tua, korban pelampiasan seringkali anak-anak. Guru yang monoton mengajar di kelas yang menyebabkan murid tidak respek, lagi-lagi anak murid yang jadi sasaran kemarahan. Murid terlambat hadir di kelas dikenakan sanksi. Jika guru yang terlambat justru si guru tersebut yang marah mendapati keadaan murid-murid di kelasnya.

Banyak orang tua menganggap kekerasan pada anak sebagai hal wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa orangtua adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan kelangsungan hidup, dan mengoptimalkan tumbuh kembang anaknya. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sudah barang tentu dalam proses belajar, anak cenderung melakukan kesalahan. Bertolak dari kesalahan yang dilakukan, anak akan lebih mengetahui tindakan-tindakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, patut atau tidak patut. Namun orang tua menyikapi proses belajar anak yang salah ini dengan kekerasan. Bagi orang tua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. bagi orang tua tindakan yang dilakukan anak itu melanggar sehingga perlu dikontrol dan dihukum (http://duniapsikologi.dagdigdug.com).

Kasus-kasus Tidak Terduga
Menggunakan argument pihak-pihak yang menyatakan kasus-kasus kekerasan yang dicontohkan tidak mungkin terjadi di Aceh, beberapa bulan belakangan media massa memberitakan berbagai kasus kekerasan yang menodai sistem budaya dan kebudayaan kita. Mulai dari video adegan mesum oknum WH di Kabupaten Simeulue dengan sesorang yang mengenakan seragam sekolah, kasus incest (hubungan sedarah) dengan pelaku ayah tiri di Kabupaten Bener Meriah maupun perkosaan oleh oknum WH di Kota Langsa.

Contoh lain, beberapa tahun belakangan seperti kasus sodomi dan pemukulan terhadap anak di Mushalla Nelayan TPI Lampulo, Banda Aceh (Serambi Indonesia, 7 Desember 2007), oknum Polisi yang memukul dan menjemur 23 siswa di Muara Batu Aceh Utara (Serambi Indonesia 26 Februari 2008), abang menghamili adik ipar berusia 4 tahun di AcehTimur (Serambi Indonesia 29 April 2008), perkosaan bergiliran terhadap seorang perempuan di Bener Meriah (Serambi Indonesia, 28 April 2008). Bayi hubungan gelap dengan abang ipar yang dibunuh dengan cara dijepit bantal (Serambi Indonesia 27 April 2008).

Banyak lagi kasus-kasus terungkap seperti pelecehan seksual yang dilakukan oknum di institusi pendidikan, berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak-anak itu sendiri, kasus penculikan anak hingga perampokan terhadap anak.

Penyebutan contoh-contoh kasus di atas bukan bermaksud mendramatisir, namun sebagai gambaran masalah, betapa kasus kekerasan terhadap anak telah terjadi dalam berbagai bentuk, modus dan pelakunya adalah orang-orang dekat dengan anak, bahkan oleh penegak hukum. Kasus-kasus tersebutpun dikategorikan sebagai tidak terduga karena pelaku merupakan orang atau pihak yang sejatinya pelindung dan pengayom. Mereka adalah orang yang seharusnya paling terdepan memberikan perlindungan terhadap anak merujuk kepada tugas, fungsi, kewajiban dan tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya.

Berikutnya, contoh-contoh kasus disebutkan menjelaskan bahwa kekerasan terhadap anak terjadi pada daerah-daerah pedesaan, dalam hubungan terjadinya kekerasan akibat faktor ekonomi maupun masyarakat yang belum melek hukum. Jika dilihat dari bentuk kasusnya, kasus yang terjadi di pedesaan bukan lagi kekerasan yang “lazim” seperti pemukulan ataupun memarahi anak. Di pedesaan, telah terjadi incest, sodomi, perkosaan hingga hamil di luar nikah. Sementara di pinggiran hingga pusat kota, dimana kehidupan ekonomi serta akses terhadap informasi lebih baik, kasus kekerasan justru lebih bervariatif dan memprihatinkan.

Dari study kasus dan pengalaman pendampingan yang dilakukan, kekerasan terhadap anak di pedesaan maupun perkotaan telah terjadi sejak lama, hanya saja selama ini kita cenderung menutupi demi menjaga nama baik keluarga hingga nama baik kampung. Pada pihak lain, ternyata kita tidak selalu dapat mengklaim bahwa sistem sosial, pemerintahan gampong maupun kebudayaan yang ada mampu menjaring segala bentuk kekerasan yang dialami anak. Buktinya, ada kasus-kasus incest yang telah berlangsung lama. Ada banyak kasus kekerasan berulang-ulang terjadi pada anak dan itu diketahui masyarakat sekitar.

Hal penting harus diingat, kasus kekerasan pada ranah domestik maupun faktor masih kentalnya subjektifitas melihat suatu kasus, menyebabkan jumlah kasus dilaporkan atau yang terungkap bukanlah jumlah sebenarnya. Terdapat lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan terutama kasus KDRT dengan berbagai pertimbangan yang umumnya mengacu kepada ketidak-berdayaan korban/keluarga karena pelaku memiliki kekuatan lebih yang dianggap dapat mengancam pelaku pada berbagai dimensi, seperti karena pelaku kepala keluarga, dan lain sebagainya.

Masalah penting
Berdasarkan kualitas dan kuantitas kasus terungkap maupun yang tidak dilaporkan kekerasan terhadap anak di Aceh merupakan masalah substansional, terutama jika dikaitkan dengan adanya Qanun No. 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak, Undang Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan berbagai ketentuan lain mengenai perlindungan anak. Pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak seharusnya tidak diposisikan lagi sebagai the left-over, yang baru dipikirkan setelah yang lain-lain beres.

Pertama yang harus dituntaskan adalah mekanisme pendataan kasus. Hingga kini di Aceh tidak ada data kekerasan terhadap anak yang akurat dan menyeluruh yang dimiliki pemerintah. Data-data yang ada umumnya data lembaga non pemerintah, atau data per lokasi maupun data kasus yang dilaporkan kepada kepolisian atau terungkap melalui pemberitaan media massa. Telah terdapat beberapa instrument pendataan yang dipersiapkan pihak lain namun sistem tersebut kurang aplikatif dan terkoordinir. Efek domino tidak akuratnya data ini berimbas terhadap perencanaan dan penganggaran program perlindungan anak di Aceh, belum berbanding lurus dengan upaya mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap anak.

Kedua, Qanun No. 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak yang sejatinya menjadi rujukan arah pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak di Aceh belum tersosialisasi secara maksimal. Indikatornya adalah Qanun tersebut belum dijadikan dasar dalam perencanaan dan penganggaran program perlindungan anak secara maksimal. Sebagaimana Konvensi Hak Anak, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Qanun No. 11 Tahun 2008 belum tersosialisasi secara sistematis, terstruktur, dan berkelanjutan khususnya kepada para pejabat pembuat keputusan, perencanaan dan anggaran, aparat penegak dan pihak terkait lain menyebabkan program perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan baru dipikirkan setelah yang lain-lain beres.

Akibat kedua hal tersebut, ketika terdapat kasus anak korban kekerasan seringkali kita mengalami kegamangan menanganinya, bahkan pemerintah seolah lepas tangan dengan merujuk penanganan kasus tersebut kepada lembaga swadaya masyarakat yang saat ini kondisinyapun banyak hidup segan mati tak mau. Kita belum memiliki drop in center atau penampungan sementara, sehingga seringkali penanganan permasalahan anak korban kekerasan menimbulkan masalah baru. Sistem koordinasi dan kerjasama realitanya tidak jarang menjadi beku manakala pihak-pihak saling menyatakan keterbatasannya. Inisiatif pribadilah pada akhirnya acapkali memecah kebekuan tersebut. Demikian juga dalam penanganan kasus maupun pasca penanganan kasus, belum terjamin implementasi sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan dalam program pemerintah.

Bahkan, Pemerintah Aceh belum memiliki program komprehensif untuk mencegah, menangani dan merehabilitasi kekerasan terhadap anak dengan pelaku orang tua atau keluarga, sehingga pemerintah dapat diangap membirakan anak-anak berada dalam lingkungan kekerasan (di rumah, di sekolah maupun di masyarakat). Hal-hal seperti ini tentu saja bertentangan dengan maksud dan tujuan Qanun No. 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak.

Berikutnya, dalam konteks Aceh dengan Syariat Islam, mutlak diperlukan reinterpretasi tentang dalil-dalil agama yang selama ini mungkin disalahkonsepsikan dan dijadikan justifikasi kewenangan dan kepemilikan orang tua atas anak-anaknya, yang melemahkan posisi dan daya tawar anak dalam keluarga, bahkan menjadi dasar orang tua melakukan kekerasan terhadap anak. Melibatkan tokoh agama, tokoh adat dan pihak-pihak terkait lain untuk mensinergiskan ajaran agama Islam dengan instrumen internasional, nasional dan qanun perlindungan anak berkaitan dengan isu hak anak hendaknya dilakukan sehingga program penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap anak dapat dilakukan secara sinergis.

Hal ini penting mengingat dalam masyarakat masih banyak paradigma perlindungan anak yang menganggap mereka dapat memperlakukan anak-anaknya sesuka hatinya, dan bahwa orang lain sering mengambil jarak walaupun diketahui atau dilihat telah terjadi kekerasan terhadap anak dalam suatu keluarga. Dalam hal ini, tentu tidak tepat mempersalahkan masyarakat, pemerintahlah seharusnya berkewajiban membangun keluarga-keluarga sehingga mereka dapat melaksanakan tugas dan fungsinya memberikan perlindungan yang maksimal kepada setiap anak, dan agar kasus kekerasan anak tidak dianggap sebagai hal yang harus dilakukan dalam rangka mengasuh, mendidik dan membina anak. Dan agar masyarakat tidak bersikap munafik dengan menutup-nutupi kasus yang ada demi menjaga simbol-simbol budaya dan kebudayaannya.

Tentu tidak cukup hanya dengan sosialisasi peraturan yang ada, apalagi sosialisasi tersebut hanya dilakukan melalui seminar-seminar di hotel-hotel. Diperlukan program berkelanjutan yang partisipatif misalnya program keluarga ramah anak yang sesuai dengan budaya dan kebudayaan masyarakat setempat. Program ini tentu tidak berdiri sendiri, diperlukan sinergi antara instansi/badan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga tingkat desa, termasuk dengan lembaga non pemerintah.


Banda Aceh, 26 Fabruari 2010
Diposkan oleh Syawal di 19.50 http://img1.blogblog.com/img/icon18_email.gif